ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA PADA
CERPEN “ANAK KEBANGGAAN” KARYA AA NAVIS
MAKALAH
Diajukan
sebagai pengganti UAS mata kuliah Kajian Prosa Indonesia
dengan
dosen pengampu David Setiadi, M.Hum.
Oleh
Siti
Apipah
3131311030
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Korpus
Sastra adalah
suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Dan studi sastra adalah cabang ilmu
pengetahuan (Wellek & Warren, 2014:3).
Karya sastra merupakan hasil ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif
tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. Karya sastra dikenal dalam dua
bentuk, yaitu fiksi dan nonfiksi. Bentuk karya sastra fiksi adalah prosa,
puisi, dan drama. Sedangkan contoh bentuk karya sastra nonfiksi adalah
biografi, autobiografi, esai, dan kritik sastra.
Prosa adalah
karangan bebas. Maksudnya adalah penulis prosa tidak terikat oleh banyaknya
baris, banyaknya suku kata, dalam setiap baris serta tidak terikat oleh irama
dan rimanya seperti dalam puisi. Prosa adalah hasil karya sastra yang bersifat
paparan atau berbentuk cerita.
Setiap karya sastra dibangun oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik (intrinsic) adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang
berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi
bangunan atau sistem organisme karya sastra.
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk
menganalisis cerpen “Anak Kebanggaan”
karya A.A. Navis ini dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra sesuai
dengan tugas pada mata kuliah Kajian Prosa Indonesia ini. Menurut pandangan
penulis cerpen ini sangat berkaitan dengan sosiologi sastra. Selain hal
tersebut, penulis ingin memperlihatkan pada pembaca bahwa dalam setiap karya
sastra baik itu prosa, drama maupun karya-karya yang lainnya, sebagian besar
dari karya-karya tersebut akan terdapat unsur sosialnya. Karena mayoritas karya sastra merupakan cerminan kehidupan
masyarakat. Akan tetapi, ada deskripsi secara langsung mengenai suatu kehidupan
masyarakat tertentu, ada pula yang secara tidak langsung tergantung bagaimana
pengarang mendeskripsikannya. Selain itu, cerpen “Anak Kebanggaan” karya
A.A. Navis ini bagus dan memberi pengajaran yang positif akan arti kasih sayang
orang tua terhadap anaknya. Oleh karena itu, penulis memilih cerpen “Anak
kebanggaan” karya A.A. Navis sebagai bahan untuk dianalisis.
1.2 Pengarang dan Karyanya
Haji Ali Akbar
Navis (lahir di kampung Jawa, Padang panjang, Sumatera Barat, 17 November 1924 – meninggal 22 Maret 2003 pada umur
78 tahun)
adalah seorang sastrawan dan budayawan terkemuka di Indonesia yang lebih
dikenal dengan nama A.A Navis. Ia mendapat pendidikan di perguruan kayutanam.
Pernah menjadi kepala bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan Provinsi Sumatera
Tengah di Bukittinggi (1952-1955). Pemimpin redaksi harian Semangat di Padang (1971-1982), sejak 1969 menjadi Ketua Yayasan
Ruang Pendidik INS Kayutanam dan sebagai salah satu penandatangan dalam Manifes
Kebudayaan (1963). Ia menjadikan menulis
sebagai alat dalam kehidupannya.
Karyanya yang
terkenal adalah cerita pendek “Robohnya
Surau Kami”. Navis “Sang pencemooh” adalah sosok yang ceplas ceplos, apa
adanya. Kritik-kritik sosialnya mengalir apa adanya untuk membangunkan
kesadaran setiap pribadi, agar hidup lebih bermakna. Ia selalu mengatakan yang
hitam itu hitam dan yang putih itu putih. Ia amat gelisah melihat negeri ini
digerogoti para koruptor. Pada suatu kesempatan ia mengatakan kendati menulis
adalah alat utamanya dalam kehidupan tapi jika dikasih memilih ia akan pilih
jadi penguasa untuk menangkapi para koruptor. Walaupun ia tahu resikonya,
mungkin dalam tiga bulan, ia justru akan duluan ditembak mati oleh para
koruptor itu.
Ia seorang
seniman yang perspektif pemikirannya jauh ke depan. Karyanya “Robohnya Surau
Kami”, juga mencerminkan perspektif pemikiran ini. Yang roboh itu bukan dalam
pengertian fisik, tapi tata nilai. Hal yang terjadi saat ini di negeri ini. Ia
memang sosok budayawan besar, kreatif, produktif, konsisten dan jujur pada
dirinya sendiri.
Sepanjang
hidupnya, ia telah melahirkan sejumlah karya monumental dalam lingkup
kebudayaan dan kesenian. Ia bahkan telah menjadi guru bagi banyak sastrawan. Ia
seorang sastrawan intelektual yang telah banyak menyampaikan
pemikiran-pemikiran di pentas nasional dan internasional. Ia menulis berbagai
hal. Walaupun karya sastralah yang paling banyak digelutinya. Karyanya sudah
ratusan, mulai dari cerpen, novel, puisi, cerita anak-anak, sandiwara radio,
esai mengenai masalah sosial budaya, hingga penulisan otobiografi dan biografi.
Ia yang mengaku mulai menulis sejak tahun 1950, namun hasil
karyanya baru mendapat perhatian dari media cetak sekitar 1955, itu telah
menghasilkan sebanyak 65 karya sastra dalam berbagai bentuk. Ia telah menulis
22 buku, ditambah lima antologi bersama sastrawan lainnya, dan delapan antologi
luar negeri, serta 106 makalah yang ditulisnya untuk berbagai kegiatan akademis
di dalam maupun di luar negeri dan dihimpun dalam buku Yang Berjalan
Sepanjang Jalan. Novel terbarunya, Saraswati, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama
pada 2002. Beberapa
karyanya yang amat terkenal diantaranya adalah Robohnya Surau Kami (1955), Bianglala
(1963), Hujan Panas (1964), Kemarau (1967), Si Gadis dalam Sunyi (1970),
Dermaga dengan Empat Sekoci (1975), Di Lintasan Mendung (1983), Dialektika Minangkabau (editor, 1983), Alam Terkembang Jadi Guru (1984), Hujan Panas dan Kabut Musim (1990), Cerita Rakyat Sumbar (1994), Jodoh (1998) dan Saraswati.
1.3 Landasan Teoretis
Dalam menganalisis suatu karya sastra maka hendaklah disertai dengan landasan teori
yang dijadikan dasar atau sebagai sumber acuan dalam menganalisis sebuah karya
sastra tersebut.
1.3.1
Teori
Struktural dalam Mengkaji Prosa (Cerpen)
Kajian prosa
(cerpen) dengan pendekatan sosiologi sastra ini terdapat struktur analisis
diantaranya, analisis sintaksis
(struktur kalimat), analisis semantik (mengenai makna) dan analisis pragmatik
(penggunaan bahasa). Analisis sintaksis di dalamnya meliputi alur dan
pengaluran. Analisis semantik meliputi
tokoh dan penokohan, latar, tempat, waktu dan tema. Kemudian yang terakhir
analisis pragmatik mengenai sudut pandang pengarang (point of view)
1.
Alur
dan Pengaluran
Alur disebut
juga plot ataupun struktur cerita
yang merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan
peristiwa yang memiliki hubungan sebab
akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh serta padu dalam sebuah cerita.
Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:
1)
Bagian awal, yaitu pengarang mulai
memperkenalkan tokoh-tokohnya. Kemudian timbul pertikaian atau mulai terjadi
perselisihan serta konflik diantara tokoh pelaku dalam cerita.
2)
Bagian tengah, yaitu pertikaian tokoh
mulai memuncak hingga berada dalam puncak permasalahan yang semakin rumit, kemudian perlahan-lahan mulai menemukan titik
terang serta mulai terselesaikan konflik-konflik yang ada.
3)
Bagian akhir, dalam bagian ini merupakan
tahap-tahap leraian atau penyelesaian dari setiap permasalahan dan setiap
permasalahan terselesaikan.
Pengaluran,
yaitu teknik atau cara-cara pengarang untuk menampilkan alur. Menurut
Nurgiyantoro (2005 : 153-163) plot
atau alur dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan
sudut-sudut tinjauan dan kriteria yaitu :
1)
Berdasarkan kriteria urutan waktu.
Maksudnya adalah urutan waktu pada rangkaian peristiwa dalam suatu karya sastra
yang bersangkutan. Adapun macam-macam plot
berdasarkan urutan waktu adalah alur maju atau lurus, alur sorot balik serta
alur campuran.
2)
Berdasarkan kriteria jumlah. Maksudnya
jumlah alur dalam suatu cerita. Seperti plot
tunggal dan plot sub-sub plot. Plot/alur tunggal yaitu alur yang hanya satu dalam karya sastra
sedangkan ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam sebuah karya sastra.
3)
Berdasarkan kriteria kepadatan.
Maksudnya adalah padat atau tidaknya pengembangan suatu cerita. Kriteria
kepadatannya yaitu alur padat dan alur longgar. Alur padat ialah alur yang
tidak memungkinkan adanya percabangan cerita sedangkan alur longgar adalah alur
yang memungkinkan adanya percabangan cerita.
2.
Tokoh
dan Penokohan
Dalam buku
Redaksi PM (2012:5) Tokoh merupakan pelaku dalam karya sastra. Ada dua jenis
tokoh dalam karya sastra yaitu tokoh datar (flash
character) dan tokoh bulat (round
character). Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi
misalnya baik saja atau buruk saja, sejak awal cerita sampai akhir cerita.
Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukan berbagai segi baik buruknya, kelemahan
serta kelebihannya. Kemudian dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan
ekstrovert. Tokoh introvert adalah peribadi tokoh ditentukan oleh
ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut ditentukan
oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonist dan tokoh
antagonis. Protagonist ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra
karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca karena
sifat-sifatnya.
Penokohan atau
perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara
menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara menampilkan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Cara
dramatik ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung, tetapi melalui
gambaran ucapan, perbuatan dan penilaian terhadap tkoh dalam suatu cerita.
Menurut
Aminuddin (2013:79) tokoh atau pelaku adalah yang mengemban peristiwa dalam
cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan
penokohan itu adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku.
3.
Latar
Latar disebut
juga setting, yaitu tempat atau waktu
terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam karya sastra (Redaksi PM
2012:6). Latar adalah segala
keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana,
dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dibedakan atas tiga bagian
yaitu latar waktu, tempat, dan latar sosial. Menurut Aminuddin (2013:67) setting adalah latar, baik berupa
tempat, waktu, maupun peristiwa serta memiliki fungsi fisikal (tempat) dan
fungsi psikologis (suasana, sikap dan jalan fikiran masyarakat tertentu). Lebih
lanjut Leo Hamalian dan Frederick R. Karel menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya
berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan
tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap,
jalan pikiran, prasangka maupun gaya hidup suatu masyarakat. (Aminuddin
2013:68).
4.
Tema
Istilah tema
menurut Scharbach berasal dari bahasa latin yang berarti tempat meletakkan suatu
perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita
sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya
fiksi yang diciptakannya (Aminuddin 2013:91).
Tema
ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam sebuah karya sastra (Redaksi
PM 2012:5)
5. Sudut Pandang Pengarang
Aminuddin
(2013:90) menjelaskan bahwa titik pandang adalah cara pengarang menampilkan
para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Selain hal tersebut juga dapat
dikatakan bahwa sudut pandang atau point
of view merupakan cara pengarang menghadirkan tokoh cerita dengan
menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Ada dua macam sudut pandang:
1)
Intern (sudut pandang orang pertama)
yaitu pengarang berada dalam cerita. Biasanya menggunakan tokoh aku dalam
ceritanya. Masih dapat dibedakan menjadi dua yaitu ‘aku’ sebagai tokoh utama
dan ‘aku’ sebagai tokoh tambahan.
2) Ekstern
(sudut pandang orang ketiga) dalam sudut pandang ini pengarang berada di luar
cerita. Cara menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dengan menggunakan kata
dia atau pun nama tokoh. Ini pun masih dapat dibedakan menjadi dua yaitu ‘dia’
serba tahu (mengetahui seluk-beluk cerita serta tokohnya) dan ‘dia’ terbatas
(hanya menceritakan saja).
1.3.2
Sosiologi
Sastra
Dalam kamus
Besar Bahasa Indonesia (1989:855) sosiologi sastra merupakan pengetahuan
tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai sastra, karya para
kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi
oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan
soaialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.
Sosiologi sastra merupakan kajian ilmiah dan objektif mengenai
manusia dalam masyarakat, mengenai lembaga dan proses sosfekonimiial. Sosiologi
mengkaji struktur sosial dan proses sosial termasuk didalamnya
perubahan-perubahan sosial yang mempelajari lembaga sosial. Agama, ekonomi,
politik dan sebagainya secara bersamaan dan membentuk struktur sosial guna
memperoleh gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan dan kebudayaan. Sastra sebagaimana sosiologi
berurusan dengan manusia; karena keberadaannya dalam masyarakat untuk dinikmati
dan dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri. Sastra sebagai lembaga sosial
yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya karena bahasa merupakan wujud dari
ungkapan sosial yang menampilkan gambaran kehidupan.
Hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat
secara keseluruhan menurut
Wellek dan Werren dapat diteliti
melalui:
1. Sosiologi pengarang, yang di
dalamnya menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra. Mempermasalahkan
status sosial, ideologi sosial pengarang serta keterlibatan pengarang di luar
karya sastra.
2. Sosiologi
karya sastra, menyangkut eksistensi karya itu sendiri, yang memuat isi karya
sastra, tujuan serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri.
Dan yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial.
3. Sosiologi
pembaca, mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni
sejauh mana dampak sosial sastra bagi masyarakat pembacanya. (Wellek dan
Werren, 1990: 111).
Berdasarkan
beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra
merupakan pendekatan terhadap suatu karya sastra dengan tidak meninggalkan ruang
lingkup masyarakat termasuk di dalamnya latar belakang kehidupan
pengarang serta latar belakang kehidupan masyarakat pembacanya.
1.4 Rumusan Masalah
Dalam penelitian
ini dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah
sebagai beriku:
1. Bagaimanakah
struktur teks cerpen “Anak Kebanggaan”
karya A.A. Navis?
2. Bagaiamanakah
konteks sosial pengarang pada saat cerpen “Anak Kebanggaan” itu diciptakan?
3. Bagaimanakah
sastra digambarkan sebagai cerminan zamannyadalam cerpen “Anak Kebanggaan”
karya A.A Navis?
4. Bagaimanakah
fungsi sosial sastra dalam cerpen “Anak Kebanggaan” karya A.A. Navis?
BAB II
ANALISIS STRUKTUR CERPEN “ANAK
KEBANGGAAN”
KARYA A.A. NAVIS
2.1 Analisis Sintaksis
Analisis
sintaksis merupakan analisis yang di dalamnya meliputi alur dan pengaluran yang
dapat memperjelas cerita. Adapun analisis sintaksis ada cerpen “Anak Kebanggaan
karya A.A Navis dapat dilihat dari paparan berikut ini.
2.1.1
Alur
dan Pengaluran
Untuk mengetahui alur dalam cerpen “Anak
Kebanggaan” karya A.A. Navis ini penulis akan melakukan analisis dengan
menggunakan fungsi utama. Fungsi utamanya sebagai berikut:
1) Deskripsi
lelaki tua yang senang dipanggil Ompi.
2) Ompi
selalu mengonta-ganti nama anak kesayanganya.
3) Khayalan Ompi tentang pekerjaan anaknya.
4) Kebahagiaan
Ompi atas nilai sekolah Indra budiman yang bagus.
5) Ompi
tidak mau mendengarkan kata-kata orang lain, tanpa memikirkan akibat yang akan
terjadi.
6) Rasa
kasihan orang-orang terhadap Ompi.
7) Keinginan
Ompi untuk mempertunangkan Indra Budiman.
8) Kebohongan
Ompi pada Indra Budiman tentang foto gadis yang Ompi kirimkan.
9) Indra
Budiman mempercayai omongan dalam surat dari Ompi.
10) Indra
Budiman mengembalikan surat-surat dari Ompi.
11) Ompi
jatuh sakit hingga lumpuh.
12) Ompi
tidak mau dirawat oleh dokter.
13) Aku
berusaha menyemangati Ompi.
14) Kedatangan
pak pos ke rumah Ompi.
15) Ompi
yang mendadak kuat berdiri, karena telegram yang kuterima.
16) Isi
telegram yang mengabarkan Indra Budiman meninggal.
17) Ompi
menanyakan isi telegram yang ku genggam.
18) Ompi
memita telegram, lalu mendekap telegram itu.
19) Selintas
Ompi melihat telegram itu, Ompi langsung terkulai.
Cerita dalam
cerpen ini diawalai dengan deskripsi lelaki tua yang sangat senang jika semua
orang memanggilnya Ompi (f.1). Ompi itu senangnya menggonta ganti nama anak
kesayangannya itu dengan nama-nama yang terkenal, kemudian nama terakhir yang
diberikan Ompi kepada anaknya adalah Indra Budiman namun anaknya lebih suka
nama Eddy (f.2). Terlalu yakin atas keberhasilan anaknya, sehingga Ompi
memiliki kebiasaan berkhayal tentang pekerjaan anaknya (f.3).
Pada
saat Ompi menerima surat dari Indra Budiman ia merasa sangat bahagia karena isi
suratnya memberitahukan nilai sekolah yang bagus (f.4). Orang-orang
membicarakan tentang Indra Budiman pada Ompi akan tetapi Ompi tidak mau
mendengarkan kata-kata orang lain dan Ompi terus saja mengirim uang pada Indra
Budiman tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi (f.5). Semua orang pun merasa
kasihan pada Ompi dan tak lagi membicarakan Indra Budiman malah seolah sepakat
memuji Indra Budiman (f.6).
Kemudian
timbullah keinginan Ompi untuk mempertunangkan Indra Budiman, Ompi merasa yakin
bahwa tidak mungkin ada yang tidak mau pada anaknya (f.7). Kebiasaan di daerah ini pihak perempuan yang
melamar dan tidak ada satupun anak gadis
yang mau melamar anaknya, tapi Ompi tidak mau mengerti sikap keangkuhannya
mudah tersinggung dan akhirnya Ompi berbohong pada Indra Budiman bahwa sudah
banyak gadis yang melamar lalu ia kirimkan foto-foto gadis itu (f.8). Celakanya Indra Budiman mempercayai omongan Ompi dalam surat yang Ompi kirim
(f.9). Setelah beberapa waktu Ompi menunggu balasan surat, akan tetapi Indra
Budiman malah mengembalikan surat-surat yang Ompi kirimkan dulu (f.10).
Kemudian Ompi pun jatuh sakit hingga lumpuh dan kini Ompi hanya terbaring lemah
(f.11). Ompi tak ingin dirawat oleh dokter karena kedatangan seorang dokter
dipandangnya sebagai suatu sindiran, bahwa anaknya masih juga belum berhasil
menjadikan cita-citanya tercapai (f.12). Aku pun berusaha menyemangati ompi
(f.13). Pada suatu hari kira-kira jam sebelas siang datanglah seorang tukang
pos ke rumah Ompi (f.14). Aku menghampirinya dan mengambil telegram yang diberikan
pak pos, tiba-tiba saja Ompi mendadak kuat berdiri mungkin itu karena telegram
yang aku terima (f.15). Selintas aku melihat telegram itu dan isi telegram itu
mengabarkan bahwa Indra Budiman meninggal (f.16). Kemudian Ompi menanyakan isi
telegram yang kugenggam (f.17). Dan ia pun meminta telegram itu dariku, lalu ia
mendekapnya erat (f.18). Pada saat Ompi mencium telegram tersebut Ompi melihat
isi telegram itu selintas, tiba-tiba tangan Ompi terkulai matanya terbuka dan
telegramnya pun jatuh dan terkapar di pangkuannya (f.18).
Berdasarkan
paparan mengenai alur cerpen “Anak Kebanggan”
tersebut, maka bagan fungsi utamanya dapat digambarkan sebagai berikut:
BAGAN FUNGSI UTAMA
![]() |
|||||
![]() |
|||||||||||||
Berdasarkan
bagan tersebut dapatlah diketahui bahwa f.1 itu merupakan awal dari cerita
dimulai. Yang kemudian panah berikutnya menunjuk kea arah f.2, kemudian f.2 ke
f.3 dan seterusnya. Itu tandanya bahwa dari setiap fungsi itu memiliki hubungan
sebab akibat saling berkaitan. Jika
dilihat dari kriteria jumlah maka alur dalam cerpen ini beralurkan tunggal, di mana
hanya ada satu cerita di dalamnya. Dan jika dilihat dari kriteria waktu maka
alur tersebut bisa dikatakan alur maju terbukti dengan tidak adanya alur sorot
balik dan seperti yang terlihat dalam bagan, f.1 terus maju hingga akhir yaitu
f.19.
Mengenai
tata letak bagan tersebut, mengapa penulis meletakan f.19 di paling atas. Itu
karena cerita dalam cerpen tersebut terus memucak hingga cerita akhir Indra
Budiman dikabarkan meninggal dan tokoh Ompi yang terkulai akibat mengetahui
kabar bahwa anaknya telah meninggal, dari telegram yang diterimanya.
2.2 Analisis Semantik
Analisis
semantik merupakan analisis yang di dalamnya meliputi; analisis tokoh dan
penokohan, analisis latar, dan analisis tema. Dengan adanya analisis semantik,
maka sebuah cerita akan semakin padu dan menarik.
2.2.1 Tokoh dan Penokohan
Seperti
yang telah dijelaskan pada subab sebelumnya, bahwa tokoh merupakan pelaku dalam
sebuah karya sastra. Adapun tokoh dalam cerpen “Anak Kebanggaan” karya A.A.
Navis ini adalah: Ompi, Indra Budiman, tokoh Aku, dan tokoh orang-orang. Akan
tetapi yang sangat dominan dalam cerpen ini adalah tokoh Ompi yang merupakan
tokoh utama. Untuk lebih jelasnya lagi penulis akan memaparkan mengenai
tokoh-tokoh dalam cerita tersebut melalui beberapa aspek diantaranya
psikologis, fisiologis, dan sosiologis sebagai berikut:
1) Ompi
Tokoh Ompi dalam
cerpen “Anak Kebanggaan” merupakan sosok lelaki tua yang sangat senang
dipanggil Ompi, hanya memiliki seorang anak laki-laki dan tidak memiliki
istri. Dapat dilihat dari kutipan di
bawah ini:
Semua orang,
tua-muda, besar-kecil, memanggilnya Ompi. Hatinya akan kecil bila dipanggil
lain. Dan semua orang tak hendak mengecilkan hati orang tua itu.
Di waktu mudanya
Ompi menjadi klerk di kantor Residen.
Maka sempatlah ia mengumpulkan harta yang lumayan banyak. Semenjak isterinya
meninggal dua belas tahun berselang, perhatiannya tertumpah kepada anak
tunggalnya, laki-laki. (Navis, 2010:15)
Berdasarkan
kutipan di atas dapat diketahui bahwa Ompi itu adalah lelaki tua. Selain itu, tokoh Ompi juga
memiliki sifat penyayang terhadap anaknya. Berikut kutipannya:
…Tapi karena sayang pada anak, ia terima
juga nama itu, asal ditambah di belakangnya dengan Indra Budiman itu. (Navis,
2010:16)
Berdasarkan
kutipan di atas dapat diketahui bahwa aspek psikologis tokoh Ompi mempinyai
sifat yang penyayang terhadap anaknya. Kemudian, Ompi juga memiliki sifat
pengkhayal dan juga sombong seperti terdapat dalam kutipan di bawah ini:
“Ah, aku lebih merasa berduka cita lagi,
karena belum sanggup menghindarkan kemalangan ini. Coba kalau anakku, Indra
Budiman, sudah jadi dokter, si mati ini akan pasti bisa tertolong,” katanya
bila ada orang meninggalsetelah lama menderita sakit.
Dan kalau Ompi melihat orang membuat
rumah, lalu ia berkata: “Ah, sayang. Rumah-rumah orang kita masih kuno
arsitekturnya. Coba kalau anakku, Indra Budiman, sudah menjadi insinyur,
pastila ia akan membantu mereka membuat rumah yang lebih indah.
Tapi Ompi tak mau mengerti. Sikap
keangkuhannya mudah tersinggung. Dan bencinya bukan kepalang kepada orang-orang
tua yang mempunyai anak gadis cantik. Bahkan bukan kepalang meradangnya Ompi,
jika ia tahu orang-orang mengawinkan anak gadisnya yang cantik tanpa
mempedulikan Indra Budiman lebih dulu. (Navis, 2010:19)
Berdasarkan
kutipan tersebut dapat diketahui bahwa tokoh Ompi itu memiliki kepribadian yang
kurang baik yaitu memiliki sifat suka mengkhayal yang berlebihan dan memiliki
sifat yang sombong. Selain asfek psikologis yang telah dipaparkan di muka,
salah satu asfek psikologis yang kurang baik dalam diri Ompi adalah memiliki
kebiasaan suka berbohong terhadap anaknya Indra Budiman. Seperti terdapat dalam
kutipan di bawah ini:
Kepada
Indra Budiman tak dikatakannya kemarahannya itu. Malah sebaliknya.
Dikatakannya, banyak sudah orang yang punya gadis cantik datang meminang. Tapi
semua telah ditolak. (Navis, 2010:19)
Berdasarkan
kutipan di atas dapat diketahu bahwa salah satu sikap Ompi yang kurang baik
adalah suka berbohong terutama kepada anaknya.
2) Indra
Budiman
Tokoh Indra
Budiman merupakan Anak semata wayang Ompi yang memutuskan untuk melanjutkan
sekolah SMA di Jakarta. Keputusan tersebut membuat Indra Budiman tumbuh menjadi
laki-laki yang memiliki prilaku tidak baik, hingga ia tega membohongi ayahnya.
Tokoh Indra Budiman ini merupakan tokoh yang menyia-nyiakan kepercayaan sang
ayah. Dapat dilihat dari kutipan di bawah ini:
Tak teringat olehnya, bahwa bohongnya
kepada ayahnya selama ini sudah diketahui oleh orang kampungnya. Lupa ia bahwa
semua mata orang kampungnya yang tinggal di Jakarta selalu saja mempercermin
hidupnya yang bejat. (Navis,2010:20)
Berdasarkan
kutipan tersebut dapat diketahui bahwa aspek psikologi tokoh Indra Budiman
adalah suka membohongi ayahnya dengan mengirim nilai hasil sekolahnya yang
palsu serta berprilaku yang kurang baik.
3) Aku
Tokoh aku dalam
cerpen ini merupakan tokoh yang baik hati dan satu-satunnya orang yang masih mau peduli serta merawat kondisi ompi saat Ompi
terpuruk karena cemas menanti kabar dari anaknnya yang
tak kunjung datang. Berikut kutipannya:
Semenjak itu,
berganti-ganti orang aku menyediakan diriku selalu dekat Ompi. Aku sadar, bahwa
tiada harapan lagi buatnya hidup lebih lama. Itulah sebabnya tak kusampaikan
kepadanya bahwa hari perkawinanku sudah berlangsung. Karena aku takut berita
itu akan menambah dalam penderitaannya. Di samping itu secara samar-samar aku
elus terus harapannya yang indah bila Indra Budiman kembali. Kukarang cerita
masa lalu dan angan-angan masa depan yang menyenangkan. (Navis, 2010:23)
Berdasarkan
kutipan tersebut dapat diketahui bahwa aspek psikologis tokoh aku merupakan
sosok yang baik hati dan orang yang terus menyemangati Ompi.
4) Orang-orang
Dalam cerpen
“Anak Kebanggaan” karya A.A Navis ini tidak banyak deskripsi tentang tokoh
orang-orang. Tokoh orang-orang dalam cerita ini hanya sebagai pelengkap cerita
saja.
2.2.2 Latar
Latar
adalah segala keterangan, petunjuk,
pengacuan yang berkaitan dengan tempat, waktu, suasana yang terjadi dalam
cerita. Latar tempat berhubungan dengan lokasi terjadinya peristiwa dalam
cerita. Latar waktu berhubungan dengan kapan waktu terjadinya peristiwa dalam
cerita. Sedangkan latar suasana itu berhubungan dengan suasana yang dialami
tokoh dalam cerita.
1. Latar Tempat
Tidak banyak latar tempat yang diuraikan pengarang dalam
cerpen “Anak kebanggaan”. Hanya di kamar dan di halaman rumah Ompi. Seperti
terlihat pada kutipan berikut ini:
Namun
kemalangan itu bertambah lagi. Yaitu ketika Ompi jatuh terduduk. Lama orang
baru tahu dan memapahnya ke ranjangnya di kamar. Ompi jadi lumpuh dan habislah
sejarah Ompi menanti di ambang pintu setiap sore. Ia kini menanti dengan
telentang di ranjangnya. Sebuah kaca disuruhnya supaya di pasang pada dinding
yang dapat memberi pantulan ke ambang pintu depan, sehingga ia akan serta-merta
dapat melihat Pak Pos mengantarkan surat Indra Budiman.
…Kulihat Pak Pos memasuki halaman
rumah Ompi. (Navis, 2010:22)
Berdasarkan kutipan di atas jelaslah bahwa latar tempatnya
berada di kamar Ompi dan di halaman rumah Ompi.
2. Latar Waktu
Adapun latar waktu yang terdapat dalam cerpen tersebut
adalah siang hari jam sebelas pada saat pak pos datang ke rumah Ompi kemudian
sore hari jam empat hingga jam lima yang menjadi kebiasaan Ompi mmenunggu pak
pos mengantar surat dari anaknya. seperti terlihat pada kutipan di bawah ini:
Dan
semenjak itu, pada setiap jam empat hingga jam lima sore, matanya akan menatap
ke kaca itu. Hanya di waktu itu saja. Sedangkan di waktu lain Ompi seolah tak
peduli pada segalanya.
Kulihat Pak Pos memasuki halaman rumah
Ompi. Hari waktu itu jam sebelas siang. (Navis, 2010:17)
Berdasarkan
kutipan di atas dapatlah diketahui latar waktu pada cerpen tersebut adalah sore
hari jam empat sampai jam lima kemudian pada jam sebelas siang. Pada saat pak
pos datang ke halaman rumah Ompi.
3.
Latar
Suasana
Dalam cerpen “Anak Kebanggaan” ini penulis hanya menemukan
dua latar suasana yaitu suasana senang dan sedih. Suasana senangnya hadir
dibagian awal cerita pada saat Ompi menerima surat dari anaknya yang memberi kabar
mendapat nilai sekolah yang bagus. Berikut kutipannya:
…setiap
semester Indra Budiman mengirim rapor sekolahnya dengan angka-angka yang baik
sekali. Dan setiap tahun ia naik kelas. Hanya dalam tempo dua tahun, Indra
Budiman menamatkan pelajaran di SMA seraya mengantungi ijazh yang berangka
baik.
Ketika
Ompi membaca surat anaknya yang memberitakan kemajuannya itu, air mata Ompi
berlianang kegembiraan, (Navis, 2010:17)
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa suasana
yang tergambar di awal cerita itu adalah suasana senang. Kemudian di akhir
cerita suasana senang tersebut berubah menjadi suasana yang menyedihkan.
Berikut kutipannya:
Dan telegram itu
dibawa ke bibirnya. Diciumnya dengan mesra. Lama diciumnya seraya matanya
memicing. Selama tangannya sampai terkulai dan matanya terbuka setelah
kehilangan cahaya. Dan telegram itu jatuh dan terkapar di pangkuannya. (Navis,
2010:26)
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa suasana
yang tergambar di akhir cerita tersebut adalah kesedihan.
2.2.3 Tema
Tema
dalam cerpen “Anak Kebanggaan” karya A.A. Navis ini adalah sebuah harapan akan kesuksesan dari orang tua terhadap
anaknya. Di mana setiap orang tua yang ada di dunia ini pasti memiliki harapan
seperti itu. Demi kebahagiaan anak-anaknya di waktu mendatang supaya bisa hidup
lebih layak dan dihormati oleh orang banyak. Sama halnya dengan tokoh Ompi
dalam cerpen ini yang begitu mengharapkan kesuksesan anaknya serta begitu
membanggakan anak kesayangannya itu, akan tetapi wujud kecintaan terhadap
anaknya tersebut disia-siakan oleh anaknya.
2.3 Analisis Pragmatik
Analisis
pragmatik merupakan sebuah analisis mengenai sudut pandang pengarang atau point of view. Yang di dalamnya membahas
mengenai kehadiran pencerita/pengarang dalam sebuah cerita baik itu intern
(pengarang berada dalam cerita), maupun ekstern (pengarang berada di luar
cerita).
2.3.1 Sudut Pandang Pengarang
Dalam
cerpen “Anak Kebanggaan” ini A.A. Navis menempatkan dirinya di dalam cerita
(intern) bisa dikatakan pula bahwa pengarang masuk kedalam isi cerita, karena
dalam cerpen ini pengarang menggunakan kata “Aku” sebagai tokoh. Akan tetapi
pengarang bukanlah tokoh utama dalam cerpen ini, hanya menjadi pemeran
pendamping atau tokoh tambahan yang selalu mendampingi tokoh utama (orang pertama
tokoh sampingan). Seperti tampak pada kutipan di bawah ini:
Ompi
terduduk di kursi. Matanya cemerlang memandang. Tangannya diulurkannya kepadaku
meminta telegram itu. Aku merasa ngeri memberikannya. Tapi aku tak bisa berbuat
lain. Telegram itu kusodorkan ke tangannya. Telegram itu digenggamnya erat.
Lalu didekapkan ke dadanya. "Datang juga apa yang kunantikan,"
katanya. (Navis, 2010:25)
Berdasarkan
kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengarang atau penulis cerita berada di
dalam cerita karena penulis menggunakan kata “Aku” dalam deskripsi ceritanya.
BAB III
ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA PADA
CERPEN ANAK KEBANGGAAN KARYA A.A. NAVIS
3.1 Konteks Sosial Pengarang
Pengarang
merupakan seorang asli Minang. Darah
Minang yang kental dalam dirinya, dan filosofi alam yang menjadi falsafah hidup
Minang yang kental telah tertanam dalam sosok A.A. Navis.
Sehingga banyak karya yang dihasilkannya menyinggung permasalahan-permasalahan
yang ada disekitarnya. A.A Navis dikenal dengan sebutan sang pencemooh
merupakan sosok yang ceplas-ceplos, menulis ia gunakan sebagai alat. Kritik-kritik
sosialnya mengalir apa adanya untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi, agar
hidup lebih bermakna.
Cerpen “Anak
Kebanggaan” merupakan salah satu dari 10 cerpen dalam antologi cerpen “Robohnya
Surau Kami” yang hingga sekarang telah enam belas kali terbit, dari tahun 1956
pertama diterbitkannya cerpen tersebut. Selain itu, cerpen tersebut merupakan
cerpen terbaik A.A Navis. Hingga saat ini cerpen tersebut masih menjadi cerpen
National Best Seller.
Dalam antologi cerpen tersebut, A.A. Navis
menampilkan wajah Indonesia di zamannya dengan penuh kegetiran. Penuh dengan
kata-kata satir dan cemoohan akan kekolotan pemikiran manusia Indonesia saat
itu yang masih relevan hingga masa sekarang ini. seperti tampak pada kutipan di
bawah ini:
Dan semenjak itu
Ompi kurang punya kesabaran oleh kelambatan jalan hari. Seperti calon pengantin
yang sedang menunggu hari perkawinan. Tapi semua orang tahu, bahkan tidak
menjadi rahasia lagi bahwa cita-cita ompi hanyalah akan menjadi mimpi semata.
Namun orang harus bagaimana mengatakannya, kalau orang tua itu tak hendak
percaya. Malah ia memaki dan menuduh semua manusia iri hati akan kemajuan yang
dicapai anaknya. Dan segera ia mengirim uang lebih banyak, tanpa memikirkan
segala akibatnya. Dan itu hanya semata untuk menantang omongan yang membusukkan
nama baik anaknya. (Navis, 2010:17)
Berdasarkan
kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengarang dalam kutipan tersebut
menyindir keadaan masyarakat yang terkadang serba ingin cepat serta kadang
merasa kesal jika ada orang lain yang menasehati. Dan hingga sekarangpun
keadaan seperti itu masih tampak di lingkungan masyarakat kita.
3.2 Sastra Sebagai Cerminan Zamannya
Sastra sebagai
cerminan zamannya yaitu sampai sejauh mana karya sastra dianggap mencerminkan
keadaan suatu masyarakat. Cerita dalam cerpen “Anak Kebanggaan” karya A.A Navis
ini, menggambarkan kehidupan manusia yang merupakan makhluk individual dan juga
merupakan makhluk sosial yang saling berhubungan satu sama lain yang dituntut
untuk saling menghargai serta saling menghormati antara satu dan yang lainnya. Hal ini seperti yang tertanam dalam pituah mereka, Tagak samo tinggi, duduak samo randah
(tegak sama tinggi, duduk sama rendah). Dalam cerpen “Anak Kebanggaan”
tergambar dengan jelas bagaimana falsafah alam tersebut tertanam.
Seperti dalam kutipan di bawah ini:
Dan akhirnya
orang jadi kasihan pada Ompi. Tak seorangpun lagi yang membicarakan Indra
Budiman padanya. Malah sebaliknya kini, semua orang seolah sepakat saja untuk
memuji-muji.
“Ooo, anaka Ompi itu. Bukan main dia,
kalau tidak ke sekolah, tentu menghafal di rumah,” kata seseorang yang baru
pulang dari Jakarta menjawab tanya Ompi.
“Ke sekolah? Kenapa ke sekolah dia?”
Ompi merasa tersinggung. “Kalau student tidak menghafal, tahu? Tapi studi.
Tidak ke sekolah. Tapi kuliah.”
“O, ya, ya, Ompi. Itulah yang ku
maksud.”
“Aku sudah kira Indra Budiman, anakku
anak baik. Ia pasti berhasil. Aku bangga sekali. Ah, kau datanglah ke rumahku
makan siang. Aku potong ayam.”
Dan oleh perantau pulang lainnya
dikatakan kepada Ompi. “Siapa yang tak kenal dia. Indra Budiman. Seluruh
Jakarta kenal. Seluruh gadis mengharap cintanya.”
Lalu Ompi geleng-geleng kepala dengan
senyum “Bukan main. Bukan main. Indra Budiman anakku itu. Ia memang anak
tampan. Perepuan mana yang tak tergila-gila kepadanya. Ha ha ha. Ah, datanglah
kau ke rumahku nanti. Ada oleh-oleh buatmu. (Navis, 2010:18)
Berdasarkan
kutipan di atas tergambarlah jelas mengenai eratnya hubungan kekerabatan serta
sikap saling menghargai antara sesama manusia sebagai makhluk sosial. meskipun
sebenarnya perkataan seseorang terhadap tokoh Ompi dalam kutipan cerpen di atas
adalah dusta akan tetapi karena seseorang tersebut sangat menghargai Ompi
sehingga ia tidak ingin menyakiti hati Ompi.
Selain hal
tersebut, manusia sebagai makhluk individual dan sosial juga dituntut untuk
memenuhi segala kebutuhannya masing-masing untuk mempertahankan hidupnya serta
supaya bisa mencapai kemuliaan,
kenamaan, kepintaran, dan kekayaan yang diukur dari persaingan dengan orang
lain.
Sama halnya dengan tokoh Ompi yang berjuang mati-matian hanya untuk
menyekolahkan anaknya ke luar kota tepatnya ke Jakarta demi meraih kebahagiaan
di masa mendatang. Akan tetapi sayangnya Ompi tidak pernah memikirkan akibat di
akhir bahwa anaknya akan mengecewakannya. Berikut di bawah ini kutipannya:
Ompi masih
mengangankan suatu tambahan nama lagi di muka nama anaknya yang sekarang. Calon
dari nama tambahan itu banyak sekali. Dan salah satunya harus dicapai tanpa
peduli kekayaan akan punah. Tapi itu tak dapat dicapai dengan kenduri saja.
Masa dan keadaanlah yang menentukan. Ompi yakin, masa itu pasti akan datang.
Dan ia menunggu dengan hati yang disabar-sabarkan. Pada suatu hari yang gilang
gemilang, angan-angannya pasti merupa jadi kenyataan. Dia yakin itu, bahwa
Indra Budiman akan mendapat nama tambahan dokter dimuka namanya sekarang. Atau
salah satu titel yang mentereng lainnya. Ketika Ompi mulai mengangankan nama
tambahan itu, diambilnya kertas dan potlot. Ditulisnya nama anaknya, dr. Indra
Budiman. Dan Ompi merasa bahagia sekali. Ia yakinkan kepada para tetangganya
akan cita-citanya yang pasti tercapai itu.
“Ah, aku lebih
merasa berduka cita lagi, karena belum sanggup menghindarkan kemalangan ini.
Coba kalau anakku, Indra Budiman, sudah jadi dokter, si mati ini akan pasti
bisa tertolong,” katanya bila ada orang meninggalsetelah lama menderita sakit.
Dan kalau Ompi
melihat orang membuat rumah, lalu ia berkata: “Ah, sayang. Rumah-rumah orang
kita masih kuno arsitekturnya. Coba kalau anakku, Indra Budiman, sudah menjadi
insinyur, pastila ia akan membantu mereka membuat rumah yang lebih indah.
Semenjak Indra
Budiman berangkat ke Jakarta, Ompi bertambah yakin, bahwa setahun demi setahun
segala cita-citanya tercapai pasti. (Navis, 2010:16)
Berdasarkan
kutipan di atas dapat dilihat bagaimana perjuangan seorang ayah yang
mempertaruhkan segalanya demi kebahagiaan anaknya di masa mendatang, serta demi
kelayakan dan sebuah penghormatan yang akan diperoleh. Hal tersebut sesuai pula
dengan keadaan sosial masyarakat, yang terkadang menyayangi anak dengan cara
yang berlebih-lebihan. Tanpa melihat kiri kanan ataupun tanpa mempertimbangkan
sesuatu hal yang akan terjadi dikemudian hari. Sehingga diakhir hanya
menyisakan penyesalan dari sebuah perjalanan. Dengan adanya persoalan demikian,
kemudian penulis menginterpretasikan gagasannya yang ia anggap mencerminkan
keadaan masyarakat pada cerpen “Anak Kebanggaan”
3.3 Fungsi Sosial Sastra
Fungsi sosial
sastra yaitu meniliti sampai sejauh mana nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial
dan sampai sejauh mana nilai sastra dipengaruhi nilai sosial. Dalam cerpen
“Anak Kebanggaan” ini berisi tentang kritik serta sindiran A.A Navis terhadap
masyarakat di daerah pada zamannya yang masih relevan hingga sekarang ini,
yaitu tentang kekolotan pemikirannya, sifat tidak sabaran serta sifat terlalu
berlebih dalam membanggakan anak yang hingga sekarangpun hal semacam itu masih
sering kita temukan dalam khalayak. Kemudian pengarang tuangkan pemikirannya
ini ke dalam rangkaian kata-kata sehingga membentuk sebuah karya sastra indah
yang dijadikan salah satu media kritikannya.
Dengan kondisi
penulis sebagai seorang asli Minang hal itu berpengaruh terhadap jalannya
cerita dalam cerpen “Anak Kebanggaan” ini. Seperti dalam kutipan di bawah ini:
Dan
pada suatu hari yang sudah terpilih menurut kepercayaan orang tua-tua, yakni
ketika bulan sedang mengambang naik, Ompi mengadakan kenduri. Maka jadilah
Ismail menjadi Indra Budiman. Namun si anak ketagihan dengan nama yang
dicarinya sendiri, Eddy. (Navis, 2010:16)
Berdasarkan kutipan
di atas dapat diketahui bahwa di daerah tersebut ada kebiasaan kenduri yaitu
perjamuan makan untuk memperingati suatu peristiwa. Karya sastra yang dijadikan
sebagai media alternatif untuk menyampaikan gagasannya kepada khalayak. Dengan
tanpa adanya kritikan yang langsung serta menyinggung. Melainkan melalui
keindahan karya sasta. Dapat dilihat dari kutipan di bawah ini:
Dan semenjak itu
Ompi kurang punya kesabaran oleh kelambatan jalan hari. Seperti calon pengantin
yang sedang menunggu hari perkawinan. Tapi semua orang tahu, bahkan tidak
menjadi rahasia lagi bahwa cita-cita ompi hanyalah akan menjadi mimpi semata.
Namun orang harus bagaimana mengatakannya, kalau orang tua itu tak hendak
percaya. Malah ia memaki dan menuduh semua manusia iri hati akan kemajuan yang
dicapai anaknya. Dan segera ia mengirim uang lebih banyak, tanpa memikirkan
segala akibatnya. Dan itu hanya semata untuk menantang omongan yang membusukkan
nama baik anaknya. (Navis, 2010:17)
Berdasarkan
kutipan di atas dapat diketahui bahwa fungsi sosial sastra pada cerpen “Anak Kebanggaan” karya A.A Navis berisi
kritikan terhadap masyarakat daerah. Yang dianggap terlalu melenceng dalam
mengartikan rasa sayang terhadap anak dan juga sifat yang merasa tersinggungan
jika dinasehati orang lain.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Simpulan
Setelah penulis
melakukan analisis pada cerpen “Anak Kebanggaan” karya A.A Navis ini, dapatlah diketahui bahwa di dalamnya terdapat
beberapa struktur dalam melakukan analisisnya, yaitu alur dan pengaluran adapun
untuk mengetahui alur dan pengaluran dalam cerpen ini penulis menggunakan
metode fungsi utama, kemudian ada tokoh dan penokohan, latar, tema, dan sudut
pandang pengarang.
Pengarang
merupakan seorang asli Minang, filosofi
alam yang
kental telah tertanam dalam sosok A.A. Navis ini, Sehingga banyak karya-karya yang
diciptakannya berkaitan dengan realita yang ada. A.A Navis merupakan sosok yang
ceplas-ceplos, setiap kritikan yang dituangkan dalam karya-karyanya mengalir
apa adanya. Tema-tema yang diangkatnyapun sederhana akan tetapi memiliki tujuan
untuk membangun kesadarana setiap pribadi manusia, agar hidup lebih bermakna.
seperti terlihat pada tokoh Ompi dalam cerpen “Anak Kebanggaan” ini.
Sastra sebagai
cerminan zamannya yaitu sampai sejauh mana sastra dianggap mencerminkan keadaan
masyarakat. Dalam cerpen “Anak Kebanggaan” karya A.A Navis ini, menceritakan
tentang keadaan sosial di daerah Minang pada masa itu yaitu pada tahun 1955/1956-an,
bahwa manusia itu merupakan makhluk individual dan makhluk sosial yang saling
berhubungan satu sama lain yang dituntut untuk saling menghargai serta saling
menghormati. Selain itu, setiap individu memiliki hak untuk mengembangkan
cita-cita dan kehidupnya masing-masing. Mengenai hal tersebut, nampaknya tidak
terjadi pada masa itu saja akan tetapi masih relevan hingga sekarang ini.
Fungsi
sosial sastra dalam cerpen “Anak Kebanggaan” karya A.A Navis. Pengarang
menyampaikan gagasannya mengenai kehidupan serta keadaan dan
kebiasaan
masyarakat daerah Minang. Jika dilihat dari cerita dalam cerpen tersebut kisah
serta kejadiannya sangat relevan dengan kehidupan nyata pada masyarakat baik
dahulu maupun sekarang.
Karya sastra
tersebut merupakan sebuah media alternatif yang digunakan pengarang untuk
menuangkan gagasannya dalam mengkritik keadaan masyarakat pada daerah tertentu,
khususnya di sekitar Indonesia yang dianggap menyimpang dalam mengartikan kasih
sayang terhadap seorang anak serta seorang anak yang menyalahgunakan arti sayang
tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa sosiologi sastra itu merupakan
hubungan antara sastrawan, sastra dan masyarakat.
4.2 Saran
Penulis berharap
dengan adanya penulisan karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Selain itu, semoga makalah ini dapat dijadikan bahan referensi dan inspirasi
bagi setiap akademisi jika ingin melakukan analisis dengan menggunakan
pendekatan sosiologi sastra.
DAFTAR
PUSTAKA
Navis,
A.A. 2010. Robohnya Surau Kami.
Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.
Aminuddin.2013.
Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung:Sinar
Baru Algensindo.
Redaksi
PM. 2012. Sastra Indonesia Paling
Lengkap. Depok:Pustaka Makmur.
Wellek,
Rene & Austian Warren. 2014. Teori
Kesusastraan.Jakarta:PT Gramedia Pustaka.
Nugroho,
Setra. 2011. Analisis Sosiologi Sastra
Pada Cerpen Tai Lalat. Makalah Mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi Indonesia
FKIP UMMI:Tidak Diterbitkan.
Setiadi,
David. Menafsir Alam yang Terkembang dari Seorang A.A. Navis. Makalah Tidak diterbitkan.


teman-teman yang mau menjadikan makalah saya sebagai contoh sertakan komentarnya ya..
BalasHapusapakah boleh saya jadikan contoh buat tugas uas saya
BalasHapus