Nama
: Siti Apipah
NIM
: 3131311030
Mata
kuliah : Sejarah Sastra
Dosen
pengampu : David Setiadi, M.Hum.
Tugas
: Memberi penilaian terhadap Novel Bunga Roos dari Cikembang karya Kwee Tek
Hoay
Novel
Bunga Roos dari Cikembang karya Kwee Tek Hoay, novel ini sangat bagus sekali,
dan menarik akan tetapi bahasanya sulit dipahami. Selain itu juga cerita di
dalamnya sangat unik apalagi kisah cintanya yang menarik bila di perhatikan,
yang paling penting kisahnya yang berliku dan bersejarah. Pada bab-bab awal dalam
membacanya mungkin akan sedikit kesulitan dalam memahami makna setiap
kalimatnya. Itu di sebabkan oleh bahasa yang digunakan dalam novel ini adalah
bahasa melayu pasar atau bahasa melayu rendah. Kisah cinta dalam novel ini
lumayan berbelit-belit dan berliku. meskipun demikian, terdapat beberapa simbol
yang mengandung arti. Kemudian kisah didalamnya ada yang bernilai bernilai
positif dan ada juga yang bernilai negatif.
Yang
pertama yaitu kata Nyai, sebutan nyai itu adalah panggilan bagi anak perempuan
yang dewasa di daerah Jawa. Akan tetapi, yang dimaksud nyai dalam novel Bunga
Roos dari Cikembang itu adalah nyai peliharaan, gundik atau selir biasanya nyai
disini suka mengurus urusan rumah tangga seperti layaknya seorang pembantu akan
tetapi lebih dari itu, seorang nyai biasanya selain mengurus urusan rumah
tangga juga melayani sang tuan atau majikan (laki-laki). Seorang nyai memang
termasuk kategori beruntung ketika pada masanya, dan juga secara ekonomis
memang tinggi derajatnya akan tetapi rendah dalam hal moral. Setinggi-tingginya
derajat seorang nyai, tapi tetap saja nyai dan di pandang rendah karena
prilakunya. Nyai itu identik dengan wanita simpenan pada masa kolonial belanda.
Begitupun dalam novel ini, di dalam novel ini di kisahkan seorang nyai yaitu bernama
Nyai Marsiti. Ia sangat dicintai oleh juragannya (tuannya) yaitu Ay Tjeng
bangsa Tionghoa. Begitupun Marsiti, Ia sangat mencintai Ay Tjeng. Tetapi cinta
mereka tidak akan pernah bersatu, karena Marsiti itu adalah seorang nyai dan
bangsa pribumi, pada masa itu tidak boleh yang namanya bangsa pribumi menikah
dengan bengsa Tionghoa. Apalagi seperti dalam cerita ini, yang mana ayah Ay Tjeng
sudah menjodohkannya dengan anak saudagar kaya yang bernama Lio Keng Djim dan
putrinya bernama Gwat Nio. Lio Keng Djim seorang pemilik perkebunan karet tempat
Ay Tjeng bekerja. Tentu saja Oh Pin Lo/ayah Ay Tjeng sangat setuju jika Ay
Tjeng menikah dengan Gwat Nio, karena menurutnya itu sangat menguntungkan
baginya dan bisa membantu kesejahteraan keluarganya. Dari dulu hingga sekarang
pemikiran orang Tionghoa adalah bisnis, jadi dalam hal pernikahan pun seperti
itu. Sebenarnya kisah perjodohan itu bukanlah bisnis akan tetapi menurut Oh Pin
Lo jika Ay Tjeng menikah dengat Gwat Nio itu akan membantu kesetabilan ekonomi keluarganya.
Kemudian
dalam cerita tersebut sebenarnya pengarang ingin memusnahkan anggapan
masyarakat tentang nyai yang dipandang kurang begitu baik dan identik dengan
wanita simpenan. Terbukti dengan memunculkannya tokoh Marsiti, yang baik dan
penuh dengan pengorbanan. Dengan cerita seperti itu dapat tergambarkan bahwa
seorang nyai itu tak selamanya memiliki perangai buruk dan latar belakang yang
buruk.
Nilai
moral, jaman dahulu mungkin tidak jadi masalah jika seorang wanita tinggal satu
rumah dengan seorang lelaki yang bukan muhrim, bahkan sudah menjadi tradisi,
contohnya dalam novel itu kisah Ay Tjeng sang juragan yang terjerat cinta
dengan marsiti seorang nyai atau selir, Yang dari buah cinta mereka melahirkan
Roosminah. Hal yang sama juga terjadi pada Liok Keng Djim yang terjerat cinta
dengan Mina yang kemudian menghasilkan Marsiti. Jika itu terjadi di jaman
sekarang jelas itu tidak bermoral dan di larang.
Nilai
sosial, jelas terlihat perbedaan antara bangsa pribumi dengan bangsa Tionghoa.
Setinggi-tingginya bangsa pribumi tetap saja tidak diperbolehkan menikah dengan
bangsa Tionghoa pada masanya apalagi itu seorang Nyai. Terdapat perbedaan kasta
dalam hal itu.
Nilai
budaya, yang di gambarkan dalam novel Bunga Roos dari Cikembang itu tentang
keindahan alam pada masa itu kemudian cara berpakaian yang di gambarkan bahwa
perempuan pribumi selalu mengenakan kebaya dengan sarung, yang identik dengan
gemulai serta parasnya ayu.
Nilai
agama, ada terdapat beberapa kutipan dalam novel Bunga Roos dari Cikembang yang
isinya menyangkut dengan Sang Penguasa dan Sang Pencipta. Diantaranya pada saat
Lily meninggal dan keputusan terakhir yang paling bijak adalah menyerahkan
segalanya pada tuhan. Serta dalam cerita ini tidak hanya dilihat dari satu sisi
Agama melainkan terdapat beberapa kutipan yang mencerminkan agama-agama lain
seperti membakar dupa dan sebagainya
Kepatuhan
dan ketaatan Marsiti terhadap Ay Tjeng merupakan suatu hal yang mengagumkan
tidak banyak orang bisa berprilaku seperti Marsiti, hingga akhir hayatnya Ia
tetap menjaga perasaannya terhadap Ay Tjeng. Dan ending dari cerita ini sangat
mengharukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar